Tak Cukup Bukti, KPK Lepas Ketua dan Wakil Ketua PN Medan
beritaterkini99 – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melepaskan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Medan Marsudin Nainggolan dan Wakil Ketua PN Medan Wahyu Prasetyo Wibowo. Kedua hakim itu dilepaskan lantaran tak ditemukan bukti terkait suap penanganan perkara korupsi di PN Medan.
Selain Marsudin dan Wahyu, KPK juga melepaskan dua orang lainnya, yakni hakim PN Medan Sontan Merauke Sinaga dan panitera pengganti PN Medan Oloan Sirait. Keempatnya sebelumnya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Selasa 28 Agustus 2018.
“Sampai 1×24 jam (pemeriksaan) itu kita menemukan belum ada alat bukti yang cukup kuat terhadap yang bersangkutan,” ujar Ketua KPK Agus Rahardjo di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (29/8/2018).
Agus menyatakan status mereka hingga kini masih menjadi saksi. “Yang bersangkutan dilepaskan, pulang,” Kata Agus.
Dalam kasus ini KPK menetapkan Hakim Adhoc Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan Merry Purba sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan suap terkait penanganan perkara tindak pidana korupsi di PN Medan.
Selain Merry Purba, KPK juga menetapkan tiga orang lainnya sebagai tersangka. Yakni Helpandi selaku panitera pengganti PN Medan, Tamin Sukardi selaku pihak swasta serta Hadi Setiawan yang merupakan orang kepercayaan Tamin.
Suap dari Tamin
Tamin yang merupakan terdakwa yang tengah diadili oleh Merry memberikan SGD 280 ribu kepada Merry untuk mempengaruhi putusan perkara korupsi penjualan tanah aset negara.
Tamin divonis Merry pada 27 Agustus 2018 dengan hukuman 6 tahun penjara denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Padahal jaksa menuntut Tamin hukuman 10 tahun penjara.
Sebagai pihak yang diduga penerima suap, Merry dan Helpandi disangka melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 30 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebagai pihak yang diduga pemberi suap, Tamin dan Hadi disangka melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 (1) a atau Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 30 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.