Ratna Sarumpaet, Kardus, dan Klaim Uang Rp 23 Triliun
“Saya sebetulnya malas. Tapi kalau nggak ditemui, akan begitu terus (meminta ketemu). Terjadilah pertemuan pada 6 September pukul 11.00-13.00 WIB,” ujar Kwik saat berbincang dengan detikcom, Jumat, 5 Oktober 2018.
Dalam pertemuan yang berlangsung selama 2 jam di kantor Kwik di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat, itu, Ratna ternyata tidak sendiri. Dia membawa lima orang yang tidak pernah dikenal Kwik sebelumnya. “Saya hanya ingat satu orang yang mengaku sebagai orang Papua, tapi wajahnya tidak seperti orang Papua. Dan dia mengaku mantan anggota DPRD Papua,” tutur Kwik.
Nah, orang yang mengaku sebagai orang Papua tersebut, kata Kwik, meminta ditransfer dari Inggris uang sebesar US$ 100 juta, bagian dari tabungan itu, kepada yang mengaku sebagai keturunan raja Aceh lewat bank pelat merah. “Saya lupa dia menyebut Bank BRI atau BNI begitu,” ucap Kwik.
Namun, menurut Ratna kepada Kwik, bank tersebut tidak mau memberikan uang yang telah ditransfer tersebut. Selanjutnya mereka ke Bank Indonesia, tapi tetap tidak ditanggapi. Konon, Ratna cs juga sempat mendatangi Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, dan Menko Polhukam Wiranto untuk mengejar uang yang dikirim dari Inggris itu.
“Saya langsung berpikir, ‘Wah, ini sudah nggak keruan.’ Ujung-ujungnya minta bantuan kepada saya untuk mengurus klaim mereka,” kata Kwik.
Namun, saat Kwik meminta bukti transfer dari Inggris, Ratna cs tidak bisa menunjukkannya. Mereka hanya menyorongkan dokumen yang, menurut Kwik, tebalnya setengah meter, yang disimpan di dalam kardus. Saat itu Kwik hanya sekilas membuka dokumen yang disodorkan. Dia merasa malas dan pusing dengan lembaran dokumen di dalam kardus itu.
Akhirnya Kwik meminta sekretarisnya menyimpan dokumen tersebut lantaran dirinya tidak sudi membaca dokumen yang dinilainya tidak jelas juntrungannya itu. Melihat sikap Kwik yang kurang respek terhadap dokumen yang diberikan, Ratna kemudian bilang punya rangkuman dokumen itu. Tapi, setelah dicek, rangkuman yang dimasukkan dalam map warna merah itu isinya hanya tulisan sejumlah nama dan sejumlah uang.
“Namanya orang asing semua. Mereka bilang ini uangnya ada di UBS Swiss. Pokoknya saya menganggap omongan mereka bohong semua. Saya merasa sudah membuang-buang waktu bersama mereka,” ujar Kwik.
Kwik, yang mengaku masih merupakan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, semakin kesal karena ujung-ujungnya Ratna cs meminta uang Rp 2 miliar untuk mengurus uang yang US$ 100 juta tersebut. “Pada akhirnya dia bilang, untuk ‘berkelahi’ dengan Jokowi itu butuh uang Rp 1-2 miliar. Lalu saya katakan, ‘Saya tidak punya. Uang sejumlah itu betul-betul saya tidak punya,'” kata Kwik.
Sejak pertemuan itu, Kwik pun menangkap kesan Ratna cs berupaya menipunya. Selain itu, dia menduga, sebelum bertemu dengan dirinya, Ratna cs sudah melakukan hal sama kepada orang lain. Dua minggu berselang, Ratna membuat heboh dengan pengakuannya kepada Prabowo dan kawan-kawannya soal penganiayaan yang dialaminya di Bandung, Jawa Barat, 21 September 2018. Menyimak informasi yang beredar, Kwik pun langsung berkesimpulan bahwa keterangan Ratna bohong.
“Makanya saya merasa wajib memberi tahu Sandi (Sandiaga Uno). Sebab, saya kenal Prabowo ya lewat Sandi,” begitu kata Kwik. Sayang, Kwik baru sempat menyampaikan soal perilaku Ratna pada 3 Oktober 2018, saat kebohongan Ratna telah menyebar ke Prabowo, Sandi, Amien Rais, dan sejumlah elite parpol pendukung. “Malam-malam dari Singapura saya telepon Pak Sandi, kira-kira pukul 22.00 WIB waktu Indonesia. Jadi saya beri tahu by phone,” tutur Kwik.
Sandiaga pun mengakui ditelepon oleh Kwik soal Ratna itu. “Pak Kwik ingin mengingatkan kita harus perhatian kepada Ibu Ratna,” ucap Sandi di Restoran Al Jazeerah Signature, Jalan Johar, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 4 Oktober 2018.