Pilih Tampon atau Pembalut? Yuk, Cari Tahu Dulu 5 Fakta Tentangnya!
Untuk menunjang kenyamanan saat menstruasi setiap bulan, kamu pasti membutuhkan suatu media aman untuk menyerap darah yang keluar. Dari beberapa jenis alat pembantu ‘penampungan sementara’ yang ada, pembalut dan tampon menjadi dua yang paling populer.
Walau begitu, di Indonesia sendiri penggunaan tampon masih belum terlalu familier.
Sebagian besar wanita masih cukup konservatif dengan memilih pembalut yang dirasa lebih aman karena digunakan pada bagian luar saja. Tampon yang harus dimasukkan ke dalam lubang vagina dianggap berisiko. Eits, benar begitu, kah? Agar tidak salah paham, yuk, cari tahu dulu kelebihan dan kekurangan masing-masing!
1. Cara penggunaan
Kalau cara munggunakan pembalut, kamu pasti sudah tahu dong, ya. Tinggal dibuka pembungkus perekatnya, lalu posisikan dengan tepat pada bagian dalam celana dalam. Beres, deh.
Nah, untuk tampon, kamu harus memasukkannya pada lubang vagina. Patokan seberapa jauh kamu harus memasukkan bantalan kapas lembut berbentuk silinder ini adalah hingga batas benang penarik. Untuk mempermudah pengguna, beberapa produk tampon juga dilengkapi dengan aplikator sehingga lebih mudah buatmu mendorong tampon ke dalam vagina.
2. Ukuran
Jelas, ukuran pembalut lebih besar, rata-rata mulai dari 23 cm. Beberapa produk ada juga yang menawarkan ukuran hingga 35 cm sehingga benar-benar menutupi seluruh permukaan celana dalam hinggga ke bokong. Pada beberapa kasus, kamu juga harus lebih mawas diri karena pembalut kerap terlihat bentuknya (alias ngecap) terutama saat menggunakan bahan pakaian yang tipis.
Tampon mempunyai ukuran yang jauh lebih kecl dan ringkas. Panjangnya sendiri hanya berkisar pada angka 3-5 cm saja. Dengan ukurannya yang kecil dan penggunaannya di tempat ‘tersembunyi’, kamu pun tidak perlu khawatir jika orang-orang akan mengetahui kamu tengah menggunakannya.
3. Aman dari ‘kebocoran’
Penggunaan pembalut kerap disebut-sebut lebih mudah ‘bocor’. Padahal kenyataannya, selama kamu memilih ukuran yang pas sesuai dengan volume darah yang keluar, hal ini bisa teratasi. Hal ini juga perlu disesuaikan dengan jenis aktivitas yang kamu lakukan. Di samping itu, agar posisinya tidak berubah, beberapa produk juga dilengkapi dengan ‘sayap’.
Sementara itu, tampon boleh dibilang mungkin lebih aman dalam hal ini. Mengapa demikian? Sebab bahan tampon akan langsung menyerap darah yang keluar sehingga tidak sampai ‘meluber’ ke luar vagina.
4. Frekuensi penggantian
Normalnya, saat sedang ‘deras-derasnya’, kamu perlu mengganti pembalut paling tidak setiap 6 jam sekali. Sementara itu, bila dalam keadaan yang normal, kamu cukup menggantinya dua kali sehari.
Penggunaan tampon akan membuatmu harus lebih sering mengganti. Paling tidak, lakukan penggantian setiap 3 sampai 4 jam sekali bila sedang deras-derasnya. Dalam kondisi normal, kamu bisa menggantinya setiap 6 jam.
Sebagai catatan, penggantian ini juga sangat bergantung pada daya serap yang dimiliki oleh masing-masing pembalut dan tampon. Tak lupa, tujuan dari penggantian ini bukan semata menghindari ‘bocor’ ya, tetapi juga untuk menjaga kesehatan vagina dan organ reproduksi lainnya.
5. Risiko kesehatan
Beberapa waktu terakhir sempat meluas kabar bahwa pembalut yang mengandung wewangian terbuat dari bahan kimia yang berbahaya. BPPOM bahkan telah menyebut beberapa merek yang diindikasi cukup berisiko.
Terlepas dari hal tersebut, penggunaan pembalut juga cenderung memberi efek pada kulit di area kewanitaan. Permukaan pembalut yang lembap akan membuat vagina gatal dan iritasi. Di samping itu, pembalut bersayap juga bisa menimbulkan gesekan pada paha bagian dalam.
Penggunaannya yang di dalam tidak jarang membuat wanita sampai lupa bahwa dia tengah menggunakan tampon. Bila terlalu sering kelupaan, risiko TSS menghantui. Toxic Shock Syndrome sendiri merupakan penyakit langka karena infeksi bakteri (berasal dari cairan vagina, bukan dari tampon).
Beberapa kasus tampon tertinggal pada vagina juga terjadi. Hal ini dikarenakan benang penarik yang putus. Kalau sudah begini, kamu harus segera meminta pertolongan ke klinik, puskesmas, atau IGD terdekat. Jadi, mana yang kamu pilih?