Malam Yang Membuat Sepak Bola Memberi Warna Lain pada Dunia
PADA medio Juni 2019, publik Spanyol, juga dunia, terhenyak. Nama yang tengah moncer di jagad kepelatihan, Luis Enrique, menyatakan undur diri dari timnas Spanyol. Sebuah keputusan yang membuat banyak orang tak habis pikir.
Maklum, berstatus sebagai pengganti Fernando Hierro, buat saya performa Luis Enrique sangat menjanjikan. Baru mengemas tujuh pertandingan, ia sanggup mengoleksi lima kemenangan dan dua kekalahan. Laga perdana sudah menyiratkan bakal ada perubahan signifikan setelah Spanyol tak sanggup banyak berbicara pada Piala Dunia 2018.
Pada pertandingan perdana, Enrique menyiratkan semburat optimistis tinggi kala menekuk Inggris pada UEFA Nations League. Sayang, rasa manis tersebut hanya berlanjut dalam rentang tak sampai setahun.
Kala itu, di sebuah negara yang terletak di tepi Laut Mediterania, Enrique terpaksa terbang pulang. Ia tak sanggup menemani Alvaro Morata dkk bersua tuan rumah, Malta, pada laga lanjutan Kualifikasi Euro 2020. Dua hari sebelum laga, sang entrenador pulang, dan berpesan kepada sang sahabat, yang juga asisten pelatih, Roberto Moreno. “Mungkin saya akan pergi,” bisik Enrique.
Moreno, saat ditanya Marca, mengaku tak mengerti dengan ucapan Enrique. Rasa penasaran itu terjawab tiga bulan dari laga kontra Malta yang dimenangkan Spanyol berkat dua gol Alvaro Morata.
Yup, Moreno paham, alasan keluarga yang terucap dari mulut Luis Enrique saat di Ta’ Qali dulu sangat paham: humanis. Jawaban lebih dalam lagi terjadi tadi malam. Saat sepak bola Eropa berpesta dengan mengadakan gala dinner plus drawing Liga Champions serta pemberian penghargaan individu, Moreno dan Enrique berkomunikasi lagi. Kali ini, nada sedih menjadi pemecah kesedihan dua sahabat tersebut.
Tentang Xana
Xana, sebuah nama yang juga muncul di dalam mitologi Yunani sebagai si sangat cantik, memesona, alami dan mampu menjernihkan, menjadi bahasan. Kali ini, Xana tersebut mengirim kabar yang membuat Enrique berurai air mata. Xana, atau Diana dalam bahasa Latin, harus kembali ke Sang Pencipta, meninggalkan kesan mendalam tentang sangat cantik, memesona, alami dan menjernihkan.
Kabar Xana menyeruak di antara pesta pora di Grimaldi Forum, gedung bersejarah yang berada di negara kerajaan bernama Monaco. “Kami akan selalu merindukanmu, mengingatmu setiap hari sepanjang hidupku, dan berharap kita akan bertemu lagi di masa depan. Kamu adalah bintang keluarga. Selamat beristirahat Xana sayang,” cuit Enrique, di Twitter.
Pada saat bersamaan, di lokasi yang berjarak 684 kilometer, nama-nama seperti Alisson Becker, Virgil Van Dijk, Frenkie de Jong sampai Lionel Messi, tengah tersenyum bahagia. Mereka, deretan nama pesepak bola tersohor, sedang mendapatkan ‘balasan’ atas seluruh kerja keras sepanjang musim lalu.
Tak hanya itu, sosok Eric Cantona yang membuat kontroversi, ikut meramaikan sisi lain dar sepak bola. Seluruh hadirin, dan juga ratusan juta penonton di dunia, mahfum, kalau ‘kontroversi’ selalu melekat kepada mantan gelandang Leeds United dan Manchester United tersebut.
Arti Cantona
Namu, berbalik lagi ke kalimat awal tulisan ini, saya melihat unsur humanis yang beragam, dan itu semakin membuat sepak bola tak bisa terhindarkan. Setidaknya, sepak bola tak lagi sebuah industri, lebih dari itu, sanggup menjadi panggung bagi ekspresi terhadap unsur kemanusiaan.
Pesan Eric Cantona, meski sebagian besar berucap tak sanggup mencerna langsung, memertegas kalau sepak bola adalah jalan bagi humanisme tetap bertahan, dan berkembang. Saya yang tak ingin berdebat kata per kata, memaknai enam kata terakhir dari ‘sajak’ Cantona: aku cinta sepak bola, terima kash.
Yup, Cantona menyiratkan pesan jika sepak bola selalu bisa berada di tengah sebuah peradaban. Tafsir luasnya adalah, sepak bola juga bisa ‘menghabiskan’ unsur manusia di muka bumi ini. Lagi-lagi, siratan itu menyibak sisi humanis.
Area itu mendapat pembuktian dari apa yang dilakukan dua pesepak bola yang sudah berseteru, atau minimal dianggap berseteru, selama 15 tahun terakhir; Lionel Messi dan Cristano Ronaldo. Duo superstar tersebut kembali menjadikan panggung sepak bola sebagai ajakan untuk semakin humanis.
Lihat saja ketika hadiri di Grimaldi Forum dan ratusan juta pasang mata lain bersorak girang kala Ronaldo berucap kalimat serius tapi santai. “Kami bersaing 15 tahun, tapi kami punya hubungan baik, (sayang) kami belum pernah sekalipun makan malam bersama,” celetuk CR7.
Lelucon Ronaldo – Messi
Sontak, kalimat spontan tersebut membuat seluruh pemilik mulut di muka bumi ini membuka maksimal dengan raut semringah penanda bahagia. Atau, jikapun tidak, minimal sunggingan senyum akan tersaji. Lagi-lagi, penterjamahannya adalah humanis.
Bahagia di dalam ruangan, tak lupa Messi dan Ronaldo berbagi perhatian. Kali ini bukan untuk fans, sponsor, korban bencana atau apapun, melainkan ke sosok Luis Enrique Martinez. Bagi Messi dan Ronaldo, Luis Enrique memiliki relasi. Kalau Messi sudah jelas, sedangkan Ronaldo setidaknya mengetahui kalau Enrique adalah mantan bintang Real Madrid.
“Kami bersamamu, juga seluruh kekuatan di dunia ini,” sebut Messi. Selain itu, ada sosok Luis Suarez yang memberi sentuhan lain. “Sebuah momen yang sangat memukul dan menyedihkan. Damai di sana, Xana kecil,”.
Ucapan mereka selaras dengan kalimat bernada belasungkawa dari perdana menteri Spanyol, kiper Manchester United David De Gea dan petenis Rafael Nadal, plus jutaan lain di dunia maya. Satu yang pasti, semua unsur tersebut menunjukkan wilayah humanis.
Seluruh rangkaian tersebut, mulai dari rantai laku Luis Enrique, canda CR7 – Messi, dan sajak Eric Cantona, setidaknya memberi contoh kecil ornamen lain dari sepak bola. Harfiah ‘bal-balan’ memang kerja sama, gol dan kemenangan. Tapi, terlepas dari semua itu, selalu muncul contoh bagaimana cara kita memandang unsur humanis.
Bisakah kita mengaca?…Entahlah.