Legislator AS Akan Buat Resolusi Setop Bantu Arab Saudi dalam Perang Yaman
Beritaterkini99 – Senat Amerika Serikat (DPD), telah memberikan teguran yang signifikan kepada pemerintahan Presiden Donald Trump, dengan berencana untuk meloloskan resolusi yang akan memangkas dukungan AS kepada koalisi Arab Saudi dalam kampanye militer menahun di Yaman.
Badan legislatif yang mayoritas diisi oleh Partai Republik itu menggelar voting pada Rabu 28 November, dengan suara mayoritas (hasil akhir 63-37) mendukung pembuatan resolusi yang dimaksud, demikian seperti dikutip dari Al Jazeera, Kamis (28/11/2018).
Voting di Senat menetapkan panggung untuk kemungkinan pemungutan suara lanjutan di tataran House of Representatives (DPR) dan kemudian Kongres (MPR) dalam beberapa hari mendatang.
Namun, resolusi itu mungkin akan mendapatkan tentangan dari DPR. Sementara itu, pemerintahan Presiden Trump mengancam akan memveto resolusi jika itu mencapai ke Kongres.
Resolusi itu, jika nantinya disetujui, dianggap menjadi tonggak perubahan arah kebijakan luar negeri AS terhadap hubungan bilateral-nya dengan Arab Saudi, terkhusus dalam kerja sama militer.
Namun, resolusi tersebut dianggap belum menyentuh hal yang signifikan, seperti penghentian penjualan senjata AS ke Arab Saudi atau Uni Emirat Arab yang digunakan dalam perang di Yaman.
Dipicu Atas Kasus Pembunuhan Jamal Khashoggi
Langkah Senat untuk menggelar voting resolusi itu didorong oleh pembunuhan jurnalis Arab Saudi Jamal Khashoggi di konsulat Saudi di Turki pada 2 Oktober 2018 lalu.
Menurut laporan, analisis CIA atas kasus itu meyakini bahwa Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Saudi Mohammed bin Salman memiliki pengetahan atas plot pembunuhan Jamal Khashoggi.
Presiden Trump, para menteri kabinet dan staf khususnya mengatakan tidak ada bukti “langsung” yang menghubungkan Pangeran Salman dengan pembunuhan itu. Pernyataan mereka justru menuai kritik dari politikus AS, yang menilainya sebagai upaya mengamplifikasi keterangan serupa dari Saudi serta mengabaikan laporan lain yang bertentangan.
Senat AS memiliki keyakinan yang berbeda dengan kabinet Trump. Sejumlah anggota Senat percaya pada laporan CIA bahwa Pangeran Salman memiliki kebertanggungjawaban atas pembunuhan itu.
Senator Mike Lee (Republik, Utah) mengatakan bahwa “Intelijen menunjukkan … bahwa Putra Mahkota Arab Saudi sendiri yang memerintahkan pembunuhan itu.”
Lee menambahkan bahwa “kebobrokan moral Arab Saudi telah semakin jelas. Mereka bukan sekutu yang layak mendapat dukungan atau intervensi militer AS, terutama ketika keamanan kita sendiri tidak dalam ancaman,” ujarnya mengkritik bantuan AS kepada koalisi Saudi dalam kampanye militer mereka di perang Yaman.
“Membom anak-anak dalam bus sekolah dan sasaran sipil lainnya bukanlah sesuatu yang saya inginkan dari warisan kebijakan luar negeri Amerika,” kata Senator Bob Menendez (Demokrat, New Jersey).
“Saya meminta pemerintah untuk mengembangkan strategi yang meyakinkan dan bekerja dengan negara lain untuk mengakhiri perang saudara di Yaman.”
Lebih 14 juta warga sipil di Yaman sekarang menghadapi kelaparan tanpa aliran bantuan internasional, kata para senator, mengutip angka-angka dari kelompok-kelompok kemanusiaan.
Kelompok-kelompok bantuan memperkirakan 85.000 anak mungkin meninggal karena kelaparan dan kolera sementara lebih dari 16.200 warga sipil tewas, sebagian besar oleh operasi pemboman udara yang dipimpin Saudi.
Pada 9 Agustus, serangan udara koalisi Saudi di pasar Dahyan di Saada, Yaman, menggunakan senjata produksi AS, menewaskan 40 orang dan melukai 60 lainnya. Setidaknya 21 anak laki-laki sekolah di bawah usia 15 di antara mereka yang tewas, menurut PBB.
Tanggapan Kabinet Donald Trump
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, yang berbicara kepada wartawan setelah dia dan Menteri Pertahanan Jim Mattis menghadap Senat pada Rabu 28 November 2018 untuk membahas masa depan hubungan AS-Saudi, telah mewanti-wanti kepada badan legislatif itu agar jangan sampai hubungan kedua negara melemah akibat kasus pembunuhan Khashoggi.
Pompeo mengatakan keterlibatan Amerika Serikat dalam konflik Yaman adalah inti dari tujuan pemerintahan AS yang lebih luas untuk menahan pengaruh Iran di Yaman (yang mendukung kelompok Houthi yang diperangi koalisi Saudi) dan Timur Tengah secara luas.
Sementara itu, Menteri Pertahanan AS James Mattis mengatakan, “kepentingan keamanan tidak dapat diberhentikan hanya karena AS mencari akuntabilitas … atas pembunuhan Khashoggi”, menurut pernyataan yang dikirim ke wartawan.
Mattis juga menggarisbawahi realita pahit mengenai nuansa persekutuan AS dengan negara lain di dunia, termasuk Arab Saudi, yakni bahwa “Kita (AS) sangat jarang bekerja dengan mitra yang tidak (mempunyai catatan) tercela,” tambahnya.
Perang di Yaman dimulai pada September 2014, ketika pemberontak Houthi yang didukung Iran menguasai ibukota Yaman, Sanaa, dan melanjutkan pendudukannya di kota terbesar kedua negara itu, Aden.
Sebagai tanggapan, koalisi militer Saudi-Uni Emirat, yang didukung oleh AS, melakukan intervensi pada tahun 2015 atas prakarsa menteri pertahanan Saudi saat itu, Pangeran Mohammed bin Salman. Koalisi melakukan kampanye udara besar-besaran yang bertujuan untuk menempatkan kembali Abd-Rabbu Mansour Hadi sebagai kepala pemerintah yang berkuasa di Yaman.