Kisah Syahri Mulyo, Ditahan KPK Hingga Jadi Bupati Tulungagung
Sebelum mendaftar sebagai calon bupati dan wakil bupati Tulungagung di KPU, Syahri Mulyo-Maryoto Birowo sempat mendapatkan pertentangan dari sejumlah sejumlah kader PDI Perjuangan. Para kader meminta DPP PDIP tidak memberikan rekomendasi pencalonan kepada Syahri Mulyo, karena pada Pilkada sebelumnya dinilai telah berkhianat dan maju melalui partai lain.
Namun gelombang protes itu kandas, lantaran DPP PDIP tetap memberikan rekomendasi kepada calon petahana tersebut. Kala itu Sekjen PDIP Hasto Kristianto juga langsung turun ke Tulungagung untuk meneguhkan komitmen pada kadernya dalam mendukung calon yang direkomendasikan oleh pengurus pusat.
Pasangan petahana pun akhirnya melenggang dan ditetapkan sebagai calon bupati dengan diusung PDIP dan Partai Nasdem, saat itu ia harus melawan penantangnya Margiono-Eko Prisdianto yang diusung oleh koalisi sembilan partai politik.
Sandungan Syahri Mulyo untuk menduduki kursi bupati tidak berhenti sampai di sini, di saat musim kampanye, tiba-tiba KPK melakukan operasi tangkap tangan di wilayah Tulungagung dan Blitar dalam kasus dugaan suap terhadap dua kepala daerah.
Dalam kasus ini KPK menetapkan tersangka kepada Syahri Mulyo, Walikota Blitar Samanhudi Anwar, pengusaha asal Blitar Susilo Prabowo, Kepala Dinas PUPR Tulungagung Sutrisno dan seorang swasta Agung Prayitno.
Dalam perkara ini Syahri Mulyo selaku Bupati Tulungagung diduga menerima suap sebanyak tiga kali sebagai fee proyek-proyek pembangunan infrastruktur peningkatan jalan di Dinas PUPR Tulungagung. Total penerimaan Syahri sebesar Rp 2,5 miliar.
Saat ditetapkan sebagai tersangka, Syahri Mulyo belum ditangkap oleh KPK, termasuk Walikota Blitar Samanhudi Anwar. Syahri justru menghilang, di lokasi persembunyiannya itukah ia mengeluarkan sebuah rekaman video yang berisi tanggapan penetapannya sebagai tersangka.
Namun akhirnya pada 9 Juni Syahri Mulyo menyerahkan diri ke KPK untuk menjalani proses hukum bersama para tersangka lainnya. Lantas bagaimana dengan perjalanan Pilkada Tulungagung?
Gonjang-ganjing politik akibat OTT KPK tersebut langsung menghangatkan situasi politik jelang hari H coblosan pilkada. Namun kondisi itu tidak membuat gentar para PDIP dan Partai Nasdem selalu pengusung Syahri Mulyo-Maryoto Birowo (SahTo).
Hingga akhirnya kandidat petahana itu mampu menumbangkan penantangnya Margiono-Eko Prisdianto dengan perolehan suara nyaris telak. Pasangan calon nomor urut satu Margiono-Eko Prisdianto yang diusung sembilan partai politik mendapatkan 237.775 atau 40 persen suara. Sedangkan pasangan petahana Syahri Mulyo-Maryoto Birowo yang diusung PDIP dan Partai Nasdem menang telak dengan memperoleh 356.201 suara atau 60 persen.
Namun demikian, pasangan petahana ini tidak bisa dilantik secara bersama-sama dengan sejumlah kepala daerah lain di Gedung Grahadi Surabaya hari ini. Syahri baru akan dilantik pada 25 September di Kantor Kementerian Dalam Negeri Jakarta. Pelantikan tersebut terpaksa dilakukan di Jakarta lantaran posisi Syahri masih dalam penahanan KPK.
“Pelantikannya besok di Jakarta, ini tadi Pak Maryoto sudah berangkat, karena kan butuh persiapan juga termasuk gladi bersih. Kalau dari DPRD yang akan hadir ketua,” kata Bendahara DPC PDIP Tulungagung, Heru Santoso, Senin (24/9/2018).
Menurutnya, Syahri Mulyo dipastikan akan menduduki posisi Bupati hingga kasus yang dijalani memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht). Namun karena posisi yang bersangkutan dalam penahanan KPK maka akan dinonaktifkan dan posisinya dilimpahkan kepada wakilnya dengan status Plt Bupati.
“Karena kita belum tahu apakah nanti akan diputus bersalah atau tidak. Proses hukum ini untuk mencapai inkracht masih panjang, karena bisa banding, kasasi dan sebagainya,” ujarnya.
Heru mengakui apabila telah berkekuatan hukum tetap maka status bupati yang disandang Syahri Mulyo akan dicabut dan digantikan oleh wakilnya Maryoto Birowo.
“Kami masih belum bicara posisi wakil bupati, prosesnya masih panjang,” jelasnya.
Heru optimistis, tanpa bupati defintif proses pemerintahan di Tulungagung tetap akan berjalan dengan normal. Seluruh kinerja pemerintahan maupun penganggaran juga bisa berjalan dengan semestinya dengan dipegang Plt Bupati.