Kala Manchester United Vs Juventus Memantik Memori 22 Musim Silam
beritatrekini99- “Saya berdiri di lorong stadion, sebelum pertandingan dimulai dan kami berdiri bersebelahan dengan para pemain Juventus yang membuat kami merasa sangat kecil,” Rangkaian kalimat tersebut keluar dari mulut Sir Alex Ferguson. Ia tak sedang bergurau. Bagi Sir Alex, Juventus adalah tim raksasa yang membuat armada Manchester United miliknya bak seekor semut yang tengah berencana menghancurkan gajah.
Sebuah hal yang mustahil, dan Sir Alex sadar tak ada celah bagi anak asuhnya untuk meraih kemenangan. Artinya, membawa satu angka saja ke Manchester menjadi hadiah luar biasa.
Pun kala masuk ke markas Juventus, Sir Alex masih melihat beberapa anak asuhnya tak fokus. Mereka masih melihat ‘penampakan’ pasukan Juventus, yang tampak percaya diri, tatapan mata fokus dan gestur yang membuat siapapun, termasuk deretan anak muda Manchester United, bakal keder.
Saat itu, Sir Alex teringat tentang apa yang keluar dari mulutnya sebelum armadanya terbang dari Manchester menuju Turin. Ia memberi bekal, sekaligus gambaran, apa yang akan terjadi di Turin.
“Fokus dan jangan pernah menatap mata para pemain Juventus secara langsung. Itu tak baik bagi kita karena bisa mengusik konsentrasi. Sesuatu yang sulit sudah menanti, tapi kita akan belajar banyak hal,” sebut Sir Alex.
Rentetan kalimat yang bertujuan meningkatkan level psikologi pasukan Manchester United, justru membuat gundah Sir Alex Ferguson. Pada September 1996 tersebut, kali pertama Sir Alex kurang fokus, karena melihat komposisi pemain yang dianggap kurang imbang.
Sebuah prediksi, komentar, pesan sampai kewaspadaan yang menjadi kenyataan. Rabu (23/10/2018) dini hari WIB, Manchester United dan Juventus akan bertemu untuk kali ke-4 sejak mereka bersua September 1996 itu. Kini, nuansa 22 tahun silam itu muncul lagi, meski dengan dimensi yang berbeda.
Manajer Manchester United era sekarang, Jose Mourinho sudah mengakui kalau Juventus adalah tim yang komplet, dan membuat pikirannya ‘tak tenang’. Potensi tersebut muncul berkat gambaran personel masing-masing tim. Tak bisa dipungkiri, kekuatan Juventus musim ini nyaris sama dengan apa yang mereka miliki kala bersua pasukan Sir Alex Ferguson dua dekade silam.
Jika berkaca pada masa lalu, perjumpaan Manchester United dan Juventus selalu memiliki cerita sendiri. Pada era lampau, mereka bertemu dalam perhelatan Grup C Liga Champions 1996-1997.
Saat itu, Manchester United memasuki musim keduanya berpartisipasi di kancah internasional, setelah pernah memenangkannya pada 1967-1968. Singgungan yang tak seimbang, karena Juventus sedang mendominasi Liga Italia Serie A dan sedang berambisi menunjukkan kekuatan di liga Champions.
Waktu itu, Manchester United ditukangi Sir Alex Fergusson, dan kali pertama berhadapan dengan Juventus di bawah arsitek Marcello Lippi. Sudah jadi rahasia umum, ketika itu skuat Manchester United tidak gemerlap, dibanding deretan armada Si Nyonya Tua yang bertabur bintang.
Ungkapan pria dewasa melawan bayi, seperti pada pembuka artikel ini, cocok menganalogikan kondisi kedua tim. Pemain yang mengusung panji Manchester United dihuni ‘anak-anak’; David Beckham, Ryan Giggs, Paul Scholes, Gary Neville, dan kipper Peter Schmeichel. Sementara itu, Juventus memiliki pemain-pemain berpengalaman seperti, Didier Deschamps, Zinedine Zidane, Antonio Conte, Del Pieero, Alen Bokšić.
Hasilnya bisa ditebak. Gol Tunggal Alen Boksic sudah cukup membuat Manchester United boleh berbangga. Hal itu terungkap dari komentar Gary Neville yang menyebut sebagai kekalahan yang terpuji.
“Sebenarnya kami bisa kalah 10-0, dan kami beruntung hanya kebobolan satu gol,” sebut Neville. Selama 90 menit waktu normal, para pemain Manchester United tak mampu mengirim tembakan ke gawang Juventus.
Kondisi Tuan Rumah
Hal itu terjadi lagi dalam pertemuan kedua mereka di Inggris, padahal permainan Juventus tidak terlalu dominan seperti saat bermain di Turin. Faktor Eric Cantona sempat menjadi pemicu daya gedor, meski pada akhirnya tak sanggup menjebol gawang Angelo Peruzzi.
Perjumpaan dengan Juventus menjadi pelajaran berharga bagi Sir Alex Ferguson, terutama pada musim berikutnya. Ia lebih terbuka dan menyerang. Uniknya, materi menyerang Sir Alex Ferguson berasal dari ramuan Lippi.
Sir Alex menyontohkan taktik tidaklah penting, karena kedua tim sama-sama memilikinya, sehingga kuncinya adalah belajar bermental juara. Hal itu terlaksana saat dua tim bersua lagi pada musim berikutnya.
Modal berharga pada musim sebelumnya membuat Manchester United bangkit. Manchester United menang 3-2 pada babak semifinal. Kemenangan ini menghilangkan dominasi tim-tim Serie A, yang sejak 1991 selalu mengirimkan wakilnya ke laga final Liga Champions.
Penuntasan ala Manchester United tersebut bakal menjadi spirit bagi tuan rumah dan tim tamu. Juventus sadar, kekuatan armada tahun ini tergolong bintang lima. Keberadaan Cristiano Ronaldo seolah menyempurnakan puzzle yang tak ada musim lalu.
Bagi Manchester United lebih krusial lagi. Kedatangan Juventus bisa menjadi ujian kepantasan Setan Merah berada di kompetisi kasta tertinggi antarklub se-Eropa.