Jokowi Divonis Melawan Hukum Kasus Karhutla, Ini Reaksi Lucu Warganet
beritaterkini99 – Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo bersama pejabat pemerintahannya dinyatakan bersalah oleh hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi (PT) Palangkaraya, karena melakukan perbuatan melawan hukum dalam kasus kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).
Atas vonis tersebut, Jokowi dan kawan-kawan dihukum untuk segera membuat Peraturan Pemerintah (PP) Kebakaran Hutan. Sementara, Jokowi dan kawan-kawan mengajukan kasasi ke pengadilan.
Pada 22 Maret 2017, gugatan mereka dikabulkan. PN Palangkarya memutuskan:
1. Menyatakan para tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum.
2. Menghukum Tergugat I (Presiden) untuk menerbitkan Peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang penting bagi pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, dengan melibatkan peran serta masyarakat.
Lantas bagaimana reaksi netizen alias warganet di media sosial Twitter?
1. Warganet menanggapi serius hingga komentar lucu
Vonis pada Presiden Jokowi mendapat beragam reaksi dari warganet. Mereka komentar serius hingga mengundang tawa. Bahkan, komentar menjadi ke arah politik antara pendukung capres Prabowo Subianto dan Jokowi.
Seperti komentar serius dari pemilik akun Twitter Karl_Mordo, yang membalas komentar Dia mempertanyakan soal reaksi pendukung Prabowo yang sebelumnya mengungit-ungkit soal stuntman.
“Kemana ya suara Oposisi? Stuntman diributin, masalah serius begini, mingkem. Selamat wahai rakyat Indonesia, anda punya oposisi yang cuman pingin ketua parte-nya jadi Presiden,”kicau dia.
Ada juga warganet yang berkomentar, vonis ini seakan ada perlawanan antara penguasa pemerintahan dengan rakyat. Jokowi dianggap melindungi cukong-cukong yang notabene pemilik lahan yang terbakar, dengan mengajukan gugatan kasasi di pengadilan.
“Memposisikan rakyat sebagai lawan dan kalah dalam putusan taruhannya reputasi, tdk pakai kaca mata kepentingan rakyat, kalah berarti mengkoreksi,” kicau @gendiswidjaja.
Ada juga yang mempertanyakan kinera pemerintah daerah dan DPR, terhadap perlindungan dan penanganan kebakaran hutan dan lahan.
“Bro kasus hutan.. perambahan, industrialisasi, bakar2, banyak kepentingan bermain di dalamnya seperti narkoba..Presiden bukan membela diri tapi substansi tuntutannya.. pemerintah, penegak aturan hukum..
Contoh : yang bakar2 dihukum ringan kemarin??
2. Daerah, DPR kerjanya apa?” kicau pemilik akun @Ellymokodompit1.
“3. Kasus volume azan vs bakar vihara .. hakim di-daerah perlu evaluate
4. Isu lingkungan adalah isue politik kemanusiaan..
5. Politik?? Pasti..!! bisa kecium.. seperti cerita kandang sapi Raja Aegeas.. hercule poirot.. issue sengaja dibuat buat membawa opini,” sambung @Ellymokodompit1 pada kicauan berikutnya.
Selain komentar serius, banyak juga komentar-komentar menggelitik yang membuat kita mesam-mesem. Di antaranya pemilik akun @heeru310 yang memberikan komentar dalam bentuk meme lucu.
Dalam foto yang diunggah tersebut, ada dua orang yang tengah duduk di atas kursi, yang menggabarkan seolah terlalu lama menunggu Prabowo menjadi presiden. Sampai-sampai salah satu orang meninggal saking lamanya menunggu Prabowo menjadi presiden.
Ada juga komentar lucu lainnya, yakni pemilik akun @DedieRuji yang menjawab pertanyaan @Dandhy_Laksono soal Jokowi dan pejabatnya bekerja untuk siapa.
“Bekerja untuk kamu supaya kamu ada kerjaan komentar terus sampai kau puas mas @Dandhy_Laksono,” kicau dia.
2. Menteri Siti: Pemerintahan Jokowi yang pertama melaksanakan undang-undang soal Karhutla
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar menanggapi soal vonis tersebut. Dia mengatakan pemerintahan Jokowi justru selama ini tidak gentar melawan segala bentuk kejahatan yang menjadi penyebab bencana menahun itu.
“Saya sangat serius mengawal penegakan hukum Karhutla, siapapun pelakunya harus diproses hukum. Bahkan, kita lakukan proses hukum pada korporasi besar agar ada efek jera. Langkah ini belum pernah terjadi pada masa pemerintahan sebelumnya,” kata Siti ketika dimintai tanggapannya, Rabu (22/8) seperti dilansir kabar24.bisnis.com.
Siti yang tengah menunaikan ibadah haji ini mengaku mengikuti perkembangan kasus Karhutla dan juga soal vonis PN Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Rabu (22/8), yang mengabulkan gugatan terhadap Presiden Jokowi dan enam pihak terkait lainnya dalam kasus Karhutla.
Landasan kasus tersebut, kata Siti, adalah kasus Karhutla pada 2015, beberapa saat ketika Jokowi baru saja menjabat sebagai presiden. Dari 2015 hingga kini sudah ada 510 kasus pidana LHK dibawa ke pengadilan oleh penyidik Penegakkan Hukum Kementerian Lingungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK).
Hasilnya, kata dia, hampir 500 perusahaan yang tidak patuh telah dikenakan sanksi administratif. Selain itu, puluhan korporasi yang dinilai lalai menjaga lahan mereka digugat secara perdata.
KLHK, kata Siti, juga telah melakukan lebih dari 200 operasi penanganan satwa ilegal dan illegal logging untuk mengamankan sumber daya negara dan menjaga kelestarian ekosistem. Termasuk di dalamnya penegakan hukum untuk menjerat perusak lingkungan hidup, seperti kasus Karhutla.
Dari catatan KLHK, sepanjang 2015-2017, total putusan pengadilan yang sudah dinyatakan inkracht untuk ganti kerugian dan pemulihan (perdata) mencapai Rp17,82 triliun. Untuk nilai pengganti kerugian lingkungan di luar pengadilan (PNBP) senilai Rp36,59 miliar. Angka ini menjadi yang terbesar dalam sejarah penegakan hukum lingkungan hidup di Indonesia.
“KLHK memiliki komitmen dan konsistensi yang tinggi dalam penegakan hukum, termasuk untuk mencegah dan menanggulangi Karhutla,” ujar Siti.
Menurut Siti pasal ‘sakti’ UU Lingkungan Hidup yang bisa menjerat pelaku pembakar lahan dan hutan pernah mendapat perlawanan dari kekuatan korporasi.
Asosiasi Pengusaha Hutan Tanaman Industri (APHI) dan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengajukan judicial review (JR) terkait Pasal 69 ayat (2), Pasal 88, dan Pasal 99 UU Lingkungan Hidup ke Mahkamah Konstitusi (MK), meski kemudian mencabutnya karena mendapat perlawanan yang sangat keras dari publik.
Menurut Siti, penerapan pasal dalam UU Lingkungan Hidup, untuk melindungi segenap rakyat Indonesia. Judicial review atau uji materi hanya upaya untuk melepas tanggung jawab dengan mengambinghitamkan masyarakat atas ketidakmampuan korporasi sebagai pemegang izin, dalam mencegah dan menanggulangi kebakaran hutan dan lahan di kawasan konsesi mereka.
“Seharusnyalah korporasi mampu mencegah dan mengatasi meluasnya kebakaran hutan dan lahan di wilayah konsesi mereka dengan berbagai cara dan peralatan yang memadai,” ujar Siti.
Pemegang izin, korporasi, baik HTI maupun kebun sawit wajib mempunyai kemampuan dan siap untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran di konsesi mereka.
“Meluasnya kebakaran karena korporasi tidak mempunyai sarana, prasarana, dan SDM yang memadai. Agar tidak terulang, kami telah terapkan sanksi administratif, perdata, dan pidana dengan tegas,” ujar Siti.
Penegakan hukum baik sanksi administratif, perdata, dan pidana yang dilakukan KLHK, kata Siti, mampu memberikan efek jera dalam mendorong perusahaan memperbaiki perilaku dan kinerja pengelolaan lingkungan.
Siti mengatakan penanganan Karhutla secara menyeluruh dari hulu ke hilir selama di masa pemerintahan Presiden Jokowi telah membawa hasil signifikan. Ditambah dengan moratorium menyeluruh izin di lahan gambut, Indonesia, akhirnya untuk pertama kali bisa bebas bencana Karhutla dan asap secara nasional pada 2016 dan 2017, setelah hampir dua dekade lamanya selalu mengalami bencana yang sama.
Sementara, ahli kebakaran hutan dan lahan dari Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo, meminta semua pihak memahami dulu sejarah awal kasus yang bergulir di Pengadilan Tinggi (PT) Palangkaraya.
PT Palangkaraya menerima gugatan terkait Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) dan memutuskan bahwa tergugat dalam hal ini Presiden Jokowi dan enam pihak lainnya bersalah dan harus membuat PP tentang Karhutla.
“Gugatan itu terkait kasus kebakaran tahun 2015 yang menjadi salah satu kejadian terburuk Karhutla yang pernah dialami Indonesia,” kata Bambang pada media, Rabu (22/8).
Saat itu, kata Bambang, Presiden Jokowi baru saja menjabat dan kasus karhutla memang sudah menjadi langganan setiap tahun terjadi di daerah-daerah rawan. Banyak faktor menjadi penyebabnya, mulai dari jor-joran izin di masa lalu, alih fungsi lahan gambut, lemahnya penegakan hukum, hingga ketidaksiapan pemerintah saat titik api sudah meluas.
Seiring dengan berjalannya waktu, belajar dari Karhutla 2015, Presiden Jokowi langsung mengambil langkah cepat dan tegas. Terjadi perubahan besar-besaran dalam menangani Karhutla di Indonesia. “Dari 12 tuntutan yang diajukan itu, semuanya satu per satu sudah dijalankan jauh sebelum ada gugatan,” imbuh Bambang.
3. Jokowi dan kawan-kawan dianggap gagal atasi karhutla
Kasus ini bermula saat sekelompok masyarakat menggugat negara. Ada tujuh orang penggugat yang terdaftar yaitu Arie Rompas, Kartika Sari, Fatkhurrohman, Afandi, Herlina, Nordin, dan Mariaty.
Mereka bertujuh menggugat:
1. Presiden Republik Indonesia
2. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia
3. Menteri Pertanian Republik Indonesia
4. Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
5. Menteri Kesehatan Republik Indonesia
6. Gubernur Kalimantan Tengah
7. Dewan Perwakilan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah
Gugatan itu terdaftar di PN Palangkaraya dengan nomor 118/Pdt.G/LH/2016/PN.Plk. Ketujuh nama di atas menilai Jokowi dkk selaku penanggung jawab telah gagal memberikan kepastian hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat kepada seluruh rakyat Kalimantan Tengah.
Sehingga, warga butuh kepastian bila tahun-tahun selanjutnya tidak terjadi kebakaran hutan dan lahan. Pada 22 Maret 2017, gugatan mereka dikabulkan. PN Palangkarya memutuskan:
1. Menyatakan para tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum.
2. Menghukum Tergugat I (Presiden) untuk menerbitkan Peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang penting bagi pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan, dengan melibatkan peran serta masyarakat.
Nah, kalian bisa menilai sendiri guys soal kasus ini.