AS Umumkan Bantuan Tambahan Rp 2,7 T untuk Pengungsi Rohingya
Seperti dilansir kantor berita Turki, Anadolu Agency, Selasa (25/9/2018), pengumuman itu disampaikan Duta Besar AS untuk Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), Nikki Haley, saat menghadiri pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu, di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB.
Dalam pernyataannya, Haley menyebut bahwa dana bantuan ini akan disalurkan ke komunitas pengungsi Rohingya di Bangladesh, untuk mendukung layanan darurat seperti penyaluran makanan, air bersih, sanitasi, layanan kesehatan dan dukungan psikososial.
“Dana tambahan ini menjadikan bantuan kemanusiaan AS dalam menanggapi krisis negara bagian Rakhine (sejauh ini) nyaris mencapai US$ 389 juta (Rp 5,7 triliun) sejak kekerasan pecah pada Agustus 2017,” imbuhnya.
Dari US$ 185 juta yang disalurkan sebagai dana tambahan untuk Rohingya, sebut Haley, sebesar US$ 156 juta (Rp 2,2 triliun) di antaranya akan disalurkan kepada para pengungsi Rohingya yang kini berada di kamp-kamp pengungsian Bangladesh.
“Sementara AS itu dermawan, kami akan tetap dermawan kepada pihak-pihak yang memiliki nilai-nilai yang sama, dermawan kepada pihak-pihak yang ingin bekerja bersama kami dan bukan pihak-pihak yang berupaya menghentikan AS atau mengatakan mereka membenci Amerika dan menjadi kontraproduktif,” tegas Haley.
Dalam pernyataannya, Haley juga menegaskan seruan kepada pemerintah Myanmar untuk mengadili pihak-pihak yang terlibat dalam praktik kekejaman terhadap warga Rohingya.
“Kami terus melanjutkan seruan terhadap pemerintah Burma (Myanmar-red) untuk lebih bertindak dalam membuat pihak-pihak yang terlibat dalam praktik pembersihan etnis bertanggung jawab atas kekejaman mereka, mengakhiri kekerasan dan mengizinkan akses kemanusiaan dan kebebasan pers penuh,” imbuhnya.
Laporan terbaru Badan Pembangunan Internasional Ontario (OIDA) menyebut nyaris 24 ribu warga Rohingya tewas di tangan militer Myanmar sejak konflik pecah pada 25 Agustus 2017. Amnesty International menyatakan, lebih dari 750 ribu warga Rohingya, yang kebanyakan anak-anak dan wanita, telah mengungsi dari Myanmar ke Bangladesh akibat konflik tersebut.