Kekayaan Bos Facebook Anjlok Rp 252,7 Triliun
beritaterkini99- CEO Facebook Mark Zuckerberg lagi-lagi harus kehilangan harta kekayaannya. Sepanjang tahun ini kekayaan Zuckerberg anjlok senilai US$ 17,3 miliar atau sekitar Rp 252,7 miliar.
Penyebabnya tidak jauh dari kontroversi yang menghinggapi Facebook serta skeptis publik tentang cara Facebook mengangani kontroversi Pilpres AS 2016 yang ditengarai mendapatkan campur tangan dari Rusia.
Pada Jumat kemarin, nilai saham Facebook turun 3 persen menjadi US$ 139,53 (setara Rp 2 jutaan) per lembarnya. Nilai saham Facebook tersebut terendah sejak April 2017.
Tidak hanya itu, laman Fox Business yang beritaterkini99.com kutip, Senin (19/11/2018), menyebut Zuckerberg juga kehilangan posisinya sebagai orang terkaya nomor tiga di dunia.
Menurut Bloomberg Billionaire Index, kini Zuckerberg jadi orang terkaya nomor enam. Padahal tadinya posisinya di bawah Jeff Bezos dan Bill Gates yang merupakan orang terkaya nomor satu dan dua di dunia.
Kabar ini menyusul adanya hal tak enak yang menimpa Facebook. The New York Times pada Rabu lalu menerbitkan laporan mengejutkan terkait dugaan bahwa Facebook menunda, membelokkan, dan menyangkal tiap pemeriksaan atas disinformasi Rusia yang tersebar luas dan meningkatkan ujaran kebencian di platform tersebut.
Facebook pun membantah tudingan yang menyebut kepemimpinan perusahaan tidak cepat mengatasi berita palsu yang terus berkembang.
Didesak Mundur dari Jabatan Chairman
Selain harta kekayaannya yang anjlok hingga triliunan rupiah, CEO Facebook juga diminta turun dari posisinya sebagai Chairman Facebook.
Desakan ini dilayangkan oleh para investor. Desakan ini timbul setelah Facebook Global Head of Policy and Communication Nick Clegg yang baru bergabung bulan lalu diminta melakukan peninjauan atas kinerja Facebook.
Salah satu investor, Jonas Kron, yang berinvestasi 8,5 juta pound sterling di Facebook meminta Zuck untuk hengkang dari posisinya.
“Facebook berlaku layaknya perusahaan spesial. Padahal tidak. Facebook adalah perusahaan, dan perusahaan perlu memisahkan jabatan chairman dan CEO,” kata Kron.
Facebook memang tengah berjuang untuk memulihkan nama baiknya. Pasalnya jejaring sosial ini mendapatkan banyak kritik terkait upayanya menangani keterlibatan Rusia dalam pemilu AS 2016 hingga skandal Cambridge Analytica. Oleh karenanya, Facebook menyewa agensi public relation.
Meski begitu, saat ditanya jurnalis, Mark Zuckerberg menyangkal Facebook menggunakan agensi PR.
“Begitu saya tahu masalah ini, saya bicara dengan tim dan kami tidak lagi bekerja dengan agensi PR tersebut,” kata Zuck seperti dikutip dari Telegram, Minggu (18/11/2018).
Zuck memang diketahui memegang kontrol yag tinggi terhadap bisnis Facebook karena peran gabungan yang diembannya. Karena kepemilikan sahamnya, suara Zuck mewakili 60 persen power saat voting berlangsung.
Peran Ganda sebagai CEO dan Chairman Tak Baik
CEO salah satu perusahaan investor Facebook Julie Goodridge yang memiliki 50 ribu lembar saham di Facebook mengatakan, upaya Clegg untuk meninjau lobi Facebook merupakan hal konyol.
“Saya tak bisa membayangkan, menunjuk seseorang yang ada di bawah manajemen Facebook untuk meninjau para manajemen tingkat atas. Mungkinkah orang itu bisa melebihi kapasitas Zuckerberg, Sandberg, Peter Thiel, dan anggota dewan lainnya?,” tuturnya.
Zuckerberg pun mengatakan, dirinya telah meminta Nick Clegg untuk meninjau operasi lobi bisnis Facebook. Nantinya, Clegg akan menyerahkan hasil tinjauannya pada COO Facebook Sheryl Sandberg.
Investor Facebook lainnya Natasha Lamb memperingatkan, peran ganda sebagai chairman sekaligus CEO yang dijalankan Zuckerberg membuat Facebook bisa menghindar dari upaya penyelesaian masalah di dalam perusahaan.
“Konsentrasi kekuatan itu menciptakan banyak pertahanan dalam perusahaan. Ini justru menyembunyikan masalah alih-alih mengakui ada masalah dan mencoba memperbaikinya,” katanya.
Sekadar diketahui, di perusahaan teknologi yang bermarkas di Silicon Valley, jabatan ganda sebagai CEO dan Chairman merupakan hal yang biasa. Pasalnya, perusahaan teknologi acapkali mengizinkan founder-nya mengontrol bisnis secara penuh, bahkan setelah perusahaan go public.
Elon Musk contohnya, memegang kedua jabatan tersebut di Tesla. Setidaknya ini terjadi hingga adanya perjanjian dengan US Securities and Exchange Commission pada Oktober lalu. Saat itu, perusahaan dipaksa untuk memisahkan antara posisi CEO dengan anggota direksi.